Dalam kajian ini
Al-Ustadz Abdul Hakim membahas secara rinci tentang memahami kaidah-kaidah bid’ah merujuk dari kitab yang beliau tulis
” Risalah Bid’ah “. Secara ringkas saya tuliskan beberapa kaidah bid’ah yang beliau turunkan dalam kitab Risalah Bid’ah (hal.91)
Kaidah pertama: Ketahuilah! Bahwa bid’ah itu dosa, dan kesesatannya tidak tetap pada satu tingkatan atau satu derajat. Akan tetapi bid’ah itu bertingkat-tingkat atau berderajat dosa dan kesesatannya. Kalau kita lihat dari besar dan kecilnya, bid’ah itu terbagi menjadi tiga tingkatan:
- Sebagian bid’ah ada yang tegas-tegas mencapai tingkatan syirik dan kufur.
- Sebagiannya lagi haram, atau masih di perselisihkan tentang syirik dan kekufurannya.
- Sebagiannya lagi haram dan telah disepakati bahwa dia itu tidak sampai pada tingkatan syirik atau kufur. (Dari sini kita mengetahui bahwa tidak ada bid’ah yang makruh apalagi wajib atau sunnah!)
Kaidah kedua: Setiap bid’ah itu maksiat dan tidak sebaliknya, (yakni setiap maksiat itu bid’ah). Contohnya: Zina, dia itu maksiat akan tetapi bukan bid’ah. Maulid, dia itu bid’ah dan pasti maksiat!.
Kaidah ketiga: Bid’ah haqiqiyah dan bid’ah idhafiyyah
Yang dimaksud dengan bid’ah haqiqiyah ialah: “Satu macam bid’ah yang tidak ditunjuki oleh dalil syar’i (al-kitab, sunnah, dan ijma’)dari segala jurusannya, baik secara jumlah (garis besarnya) atau secara tafsil (terperinci)”. Contohnya: seperti orang yang mengaku menjadi nabi atau mengaku mendapat wahyu atau mengingkari kehujjahan sunnah Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan lain-lain.
Adapun yang di maksud dengan bid’ah idhafiyyah ialah: “Satu macam bid’ah, yang apabila dilihat dari satu sisi, disyariatkan atau ada dalilnya, akantetapi apabila dilihat dari sisi yang lain, maka dia serupa dengan bid’ah haqiqiyyah”. Contonya: seperti orang-orang yang berkumpul untuk Yasinan setiap malam Jum’at. Dilihat dari satu sisi di syari’atkan, yaitu membaca al-Qur’an termasuk di dalamnya surat Yasin. Akan tetapi dilihat dari sisi yang lain tidak syak lagi tentang bid’ahnya. Karena menentukan cara dan waktunya setiap malam Jum’at sama sekali tidak ada asal-usulnya dari Agama yang mulia ini.
Kaidah keempat: Bid’ah i’tiqadiyyah dan bid’ah amaliyyah
Yang di maksud dengan bid’ah i’tiqadiyyah ialah: “Meyakini sesuatu yang menyalahi dengan keyakinan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan para Shahabat beliau. Sama saja, apakah keyakinan tersebut bersama perbuatan (amal) atau tidak”. Contonya seprti bid’ahnya Syi’ah, Mu’tazilah, Jahmiyyah dan lain-lain.
Adapun yang di maksud dengan bid’ah amaliyyah ialah: “Setiap perbuatan ibadah di dalam agama yang tidak pernah di syari’atkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Atau mensyariatkan ibadah di dalam agama yang tidak pernah di syari’atkan Allah dan Rasul-Nya. Krena setiap ibadah yang tidak pernah di perintahkan oleh Agama dengan perintah wajib atau sunnat, maka sesungguhnya dia masuk ke dalam bid’ah-bid’ah amaliyyah”.
Kaidah kelima: Setiap bid’ah itu sesat, meskipun dianggap baik oleh manusia. Berkata Abdullah bin Umar: ” Setipa bid’ah itu sesat meskipun di anggap baik oleh manusia”.
Perkataan diatas keluar atau terbit dari mata air nabawiyyah bahwa: Setiap bid’ah itu sesat. Kalimat ” kullu ” (setiap) mencakup segala sesuatu yang tersebut sesudahnya yaitu bid’ah. Dan kalimat ” bid’ah ” dengan bentuk nakirah yang menunjukkan keumumannya. Dan dia tidak dapat dikhususkan atau di kecualikan, kecuali dengan tanda pengecualian. Misalnya: Setiap bid’ah itu sesat , kecuali bid’ah hasanah. Akan tetapi di dalam hadits setiap bid’ah itu sesat, tidak ada tanda pengecualian.
Oleh karena itu ia tetap di dalam keumummannya, bahwa setiap bid’ah itu sesat. Yang dengan tegas menafikan adanya pembagian bid’ah kepada hasanah dan sayyi’ah.
Inilah yang difahami oleh para Shahabat, diantaranya Abdullah Bin Umar yang mengatakan bahwa ” setiap bid’ah itu sesat, meskipun dianggap baik oleh manusia “. Tidak ada yang menyalahi kaidah ini, kecuali ulama yang tergelincir di dalam memahami sunnah atau mereka yang jahil terhadap Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ Shahabat serta bahasa Arab.
Kaidah keenam: ” Setiap kesesatan itu tempatnya di neraka “. (secara ringkas) Bahwa hadits diatas bersama saudara-saudaranya termasuk di dalam hadits-hadits mengenai ancaman (wa’id). Bahwa setiap kesesatan itu tempatnya tidak lain di dalam neraka. Ini tidak berarti bahwa setiap orang yang mengerjakan bid’ah pasti sesat dan masuk neraka. Berbeda hukum atas amal dengan pelaku. Oleh karenahadits diatas merupakan hadits ancaman, maka perinciannya sebagai berikut:
Adakalanya orang mengerjakan bid’ah dia mengetahui bahwa perbuatan tersebut bid’ah, atau adakalanya dia tidak mengetahui bahwa yang di kerjakan itu adalah perbuatan bid’ah. Kalau dia telah mengetahui – yakni telah tegak kepadanaya hujjah – bahwa perbuatan tersebut bid’ah, akan tetapi dia tetap di dalam bid’ahnya, maka orang yang seperti ini tidak ragu telah masuk dengan sempurna kedalam hadits diatas.
Dan kalau dia tidak mengetahui - karena belum tegak kepadanya alasan dan hujjah – yang dilakukan itu bid’ah, maka dia tidak berdosa dan sesat, meskipun p;erbuatannya tetap wajib di katakan sebagai bid’ah dan kesesatan. Dan dengan sendirinya dia tidak masuk kedalam ancaman hadits di atas. Kecuali, kalaupun mau dikatakan berdosa hanya terbatas karena dia tidak mau menuntut ilmu dan bertanya kepada ahlinya.
Kaidah ketujuh: Setiap orang yang mengerjakan bid’ah belum tentu dia sebagai ahli bid’ah (mubtadi’). Karena adakalanya dia jahil atau dia seorang mujtahid yang salah dalam ijtihadnya. Akan tetapi orang yang terus menerus di dalam bid’ahnya sesudah nyata baginya kebenaran lantaran mengikuti (taqlid) kepada nenek moyang atau kaumnya atau golongannya dan dia berpaling dan menentang kebenaran atau tidak menerimanya, karena tidak sesuaidengan fahamnya atau madzhabnya (ta’ashshub), maka orang seperti ini tidak syak/ragu lagi masuk ke dalam golongan ahlul bid’ah (mubtadi’).
Kaidah kedelapan (terakhir): Pegangan ahlul bid’ah. Adapun yang menjadi pegangan ahlul bid’ah banyak sekali diantaranya:
- Hadits-hadits dha’if (lemah) dan maudhu’ (palsu) dan hadits-hadits yang batil dan munkar bersama hadits yang tidak ada asal usulnya (laa ashla lahu)
- Menolak hadits-hadits yang telah tsabit (shahi dan hasan) dengan beberapa cara yang sangat lemah seperti: Mempertentengkan hadits dengan Qur’an atau hadits dengan akal atau hadits dengan ilmu pengetahuan(!?)
- Men-ta’wil ayat-ayat Al-Qur’an
- Berpegang pada keumuman ayat yang mereka sangka denagn sebab kejahilan, bahwa ayat tersebut umum dan mutlak, untuk menolak sejumlah hadits shahih yang datang secara rinci yang tidak terdapat hukumnya di dalam A-Qur’an
- Berpegang dengan sebagian ayat atau hadits dan meninggalkan sebagian ayat dan hadits yang lain.
- Mengikuti hawa nafsu
- Menolak kebenaran
- Kejahilan (kebodohan), dan lain-lain. selesai
Ini adalah secara ringkas kaidah-kaidah yang beliau Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat turunkan di dalam kitabnya. Untuk pembahasan secara luas silahkan download kajian berikut:
Kaidah-Kaidah Bid’ah.mp3