Deskripsi Singkat:
- Sesungguhnya Allah adalah dzat yang maha Thayyib (yang suci, bersih, maksudnya bersih dari setiap kekurangan, dari setiap aib dan dari setiap keburukan), maka Allah itu maha suci dari segala bentuk kekurangan, keaiban dan keburukan, baik dalam hal dzat-Nya atau dalam hal nama-nama-Nya atau dalam masalah sifat-sifat-Nya, demikian pula perbuatan-perbuatan-Nya dan demikian pula hukum-hukum-Nya, apakah hukum-Nya terhadap alam ini dalam bentuk takdir atau hukum-Nya yang berupa syar’i yang diturunkan kepada Rasulullah, oleh sebab itu tidak boleh menisbatkan satu keburukanpun kepada Allah.
- Allah tidak menerima kecuali yang baik, ini disebabkan karena Allah adalah dzat yang maha baik, maha suci dari keburukan-keburukan dan keaiban-keaiban sehingga tidak menerima kecuali yang baik pula, ini juga menunjukkan pula bahwa Allah tidak butuh kepada hamba-Nya, tapi merekalah yang butuh kepada Allah, maka Allah menerima perkara baik dalam segala hal, baik dalam hal keyakinan atau dalam hal ucapan atau dalam hal perbuatan, maka Allah tidak akan menerima kecuali yang baik-baik saja, keyakinan-keyakinan yang baik yang diajarkan oleh Allah melalui Rasul-Nya demikian juga ucapan-ucapan yang baik yang diajarkan dan disyari’atkan oleh Allah kepada Rasul-Nya, demikian pula perbuatan-perbuatan yang baik yang ikhlas karena Allah dan sesuai tuntunan Rasulullah. Maka barangsiapa yang beramal lepas dari kebaikan ini, lepas dari tuntunan syari’at tidak akan diterima oleh Allah, demikian juga yang berucap, demikian pula yang berkeyakinan terlepas dari syari’at Allah maka itu akan tertolak disisi Allah.
- Seorang mukmin digelar oleh Allah didalam Al-Qur’an sebagai sesuatu yang suci dan baik. Seorang mukmin baik hatinya, baik ucapannya dan baik amalannya, baik hatinya karena hatinya dipenuhi dengan keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya, baik ucapannya karena dia tidak pernah berucap kecuali dengan apa yang diridhai oleh Allah dan menghindar dari perkara-perkara yang tidak bermanfaat, demikian pula seorang mukmin baik amalannya karena dia memiliki iman sehingga melahirkan dan membuahkan perbuatan dan amal yang baik sebagai hasil keimanannya kepada Allah.
- Tidak ada yang bisa lepas dari syari’at Allah, semuanya diperintah dan dilarang oleh Allah dalam syari’at ini, tidak ada pengkhususan dan pengkultusan profil atau tokoh yang bisa dikatakan keluar dari syari’at Allah atau tidak mengapa tidak mengamalkan syari’at Allah. Allah mensyari’atkan agama ini bagi semuanya bahkan dinyatakan oleh Rasulullah bahwa Allah memerintahkan kepada kaum mukminin sebagaimana Allah memerintahkan juga kepada para Rasul, tidak ada makhluk yang terbaik dimuka bumi ini selain para utusan-utusan Allah itu dan mereka juga memiliki kewajiban untuk menjalankan syari’at bahkan perlu diperhatikan bahwa para Rasul mereka adalah orang-orang yang paling sempurna dalam menjalankan syari’at dibandingkan kaum mukminin yang lainnya sehingga tidak bisa seorangpun menandingi kedudukan mereka disisi Allah.
- Allah memberi dorongan kepada kaum mukminin untuk mengamalkan agama-Nya ini karena Allah juga memerintahkan hal yang sama kepada para Rasul sehingga kalau kaum mukminin melihat para Rasulpun diperintahkan dengan syari’at-Nya ini mereka akan termotivasi untuk mengamalkan agama ini karena orang yang membawa agama ini mengamalkan agamanya, melaksanakan ajaran agama yang dia bawa sebagai ajaran Allah, berbeda apabila pengkhususan syari’at ini hanya bagi kaum mukminin sedangkan utusan-utusan Allah itu tidak mengamalkannya maka dakwah yang akan meereka sampaikan tidak akan diterima oleh manusia karena yang membawanya tidak mengamalkannya maka ini terdapat dorongan kepada kaum muslimin karena para Rasul juga diperintah oleh Allah dengan syari’at-Nya ini.
- Sebagian ahli fikih mengatakan bahwa seorang yang bersyukur dan tidak mengamalkan amalan-amalan yang shaleh maka tidak teranggap sebagai orang-orang yang bersyukur, maka tidak cukup dia mengatakan ‘Alhamdulillah’ ketika menerima nikmat tapi dia tidak menggunakan nikmat itu dalam hal-hal yang berupa ketaatan kepada Allah, maka berarti makan dengan makanan yang baik dan beramal dengan amalan yang shaleh itulah cara mensyukuri nikmat Allah.
- Makan dari rezki yang haram itu akan berpengaruh terhadap amalan bahkan bukan hanya berpengaruh terhadap mengurangi amalan tapi bahkan bisa sampai amalan itu tidak diterima disisi Allah, amalan yang disertai dengan perbuatan haram, makan dari yang haram tidak diterima oleh Allah, oleh sebab itu dikalangan al-fuqaha’ mereka membahas apa hukumnya seorang yang haji dengan harta yang haram dan shalat dengan memakai pakaian yang haram, maka pendapat yang kuat adalah bahwa haji dan shalatnya tidak diterima oleh Allah, lalu apa maksud tidak diterima oleh Allah itu, maka yang benar dia tidak mendapatkan pahala walaupun dia telah dianggap telah menjalankan kewajiban, makanya bagi kita kaum muslimin hendaknya memperhatikan makanan yang halal, karena makanan yang haram akan menyebabkan tidak diterimanya amalannya oleh Allah, tidak diberi pahala oleh Allah.
- Lima perkara yang menyempurnakan amalan seseorang, yang pertama dia beriman kepada Allah dengan sebenarnya, yang kedua mengerti tentang kebenaran, yang ketiga adalah ikhlas, yang keempat adalah beramal diatas sunnah dan yang kelima adalah makan dari yang halal.
- Seorang yang makan dari rezki yang haram akan berpengaruh kepada hatinya, kepada amal perbuatannya, kepada ucapan-ucapannya, sehingga orang yang rezkinya dari yang haram kita lihat jarang mereka itu termasuk orang-orang yang bisa berpegang teguh terhadap agamanya karena hatinya akan mejadi keras karena dia memasukkan kedalam perutnya harta-harta yang haram.
Download File